Tujuan
penggunaan outsourcing tak lebih dari keinginan manajemen untuk menekan biaya
atau pengeluaran perusahaan. Jika semua karyawan berstatus pengawai tetap maka
manajemen perusahaan diharuskan mengeluarkan tunjangan kesehatan, jaminan
sosial dan sebagainya. Sementara jika
karyawan berstatus outsourcing maka perusahaan akan lebih bahkan jauh berhemat.
Namun
Ironisnya yang sering terjadi adalah karyawan atau buruh selalu diperpanjang
masa outsourcing-nya. Sedangkan karyawan atau buruh dengan status outsourcing
tidak pernah menerima secara utuh gaji mereka karena telah dipotong oleh vendor
yang merupakan rekanan dari perusahaan tempat mereka bekerja.
Nasib
karyawan outsourcing yang lebih baik adalah mereka bisa “naik kelas” menjadi
karyawan kontrak. Namun status karyawan kontrak pun tidak lebih baik dari pada
karyawan berstatus ‘outsourcing’. Hanya bedanya (biasanya) karyawan kontrak
sudah mendapatkan gaji mereka secara penuh karena mereka sudah menjadi bagian
dari perusahaan bukan lagi melalui vendor.
Sebenarnya
yang diperlukan saat ini adalah adanya itikad baik dan peraturan yang tegas
dari pemerintah dan legislatif, yang saat ini sudah didominasi oleh kalangan
pengusaha, agar penerapan outsourcing tidak menjadi merajalela. Dan itikad baik
itu telah ditunjukan oleh Bank Indonesia untuk para pekerja kontrak dan
outsorcingnya.
Bank
Indonesia (BI) bersama PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) dan PT Riscon Realty
melakukan akad serah terima rumah untuk pegawai outsourcing bank sentral. Pada
serah terima tahap dua, rumah tersebut diserahkan pada 240 pegawai BI. Jumlah
ini lebih banyak dari tahap I yang hanya 150 pegawai saja. Menurut Ketua Umum
Ikatan Pegawai BI, Agus Santoso rata-rata pegawai tersebut sudah bekerja cukup
lama yaitu sekitar 10 hingga 15 tahun.
Rumah
yang diberikan adalah tipe 22 dengan luas tanah 60 meter persegi yang terletak
di kawasan Cilebut, Bogor. Harga untuk satu rumah pun dipatok “hanya” Rp 75
juta, padahal harga rata-rata tipe 22 di pasaran saat ini mencapai Rp 90 juta.
Bunga yang ditetapkan untuk kredit rumah ini 7,25% fix selama 15 tahun.
Artinya,
setiap pegawai kontrak BI tersebut cukup membayar Rp 800.000 per bulan. Hal ini
cukup membantu mengingat rata-rata penghasilan karyawan kontrak BI ini kurang
dari Rp 2,5 juta per bulan. Sementara untuk masalah uang muka, BI pun
menggandeng PT.Jamsostek. Di mana untuk pegawai yang masa kerjanya paling tidak
satu tahun, dapat mendapatkan fasilitas uang muka sebesar Rp 20 juta.
Kebijakan
yang diberikan oleh BI untuk para karyawan outsorcingnya tersebut patut di
contoh oleh perusahaan – perusahaan lain, dengan bukan hanya menekan biaya
dengan mempekerjakan outsorcing dan kontrak, namun juga memberikan perhatian
dan kesejahteraan bagi mereka.
Disisi
lain sebenarnya bukan hanya pemerintah dan perusahaan pengguna jasa outsorcing
saja yang mempunyai kewajiban untuk memperhatikan kesejahteraan karyawan
kontrak dan outsorcing, namun juga perusahaan penyedia jasa outsorcing.
KPR untuk Karyawan Outsorcing |
Sumber :http://keuangan.kontan.co.id/news/pegawai- outsourcing-bi-kembali-dapat-rumah/2012/10/24
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2012/10/03/epidemi- outsourcing/